Sabtu, 06 Agustus 2011

  mahar tiada akhir?

” Selangkah ke alam perjuangan berarti selamanya dalam kepahitan, biarlah menangis, terluka, kecewa karena Allah, daripada mati tanpa Mujahadah.
Kita ‘tak sanggup selamanya terluka, tapi ingatlah tiap peluh keringat dan air mata jatuh, itulah Mahar kita menuju syurga,
bila ditanya mengapa perjuangan itu pahit?
Jawabannya karena Syurga itu manis…” (Wudda/1/Shafar 1430).
Tulisan di atas adalah sederet kata-kata yang saya dapatkan dari salah satu buletin lokal di tempat saya mengajar. Kata-kata itu cukup menggetarkan hati saya. Semoga sahabat pun dapat merasakan hal yang sama. Ya, perjuangan memang butuh pengorbanan. Meski kadang perjuangan itu terasa pahit, namun buah yang dihasilkan kelak akan terasa manis, insyaAllah…
Hmm, sahabat…
Apa yang telah kita persiapkan untuk mahar kita menuju kebahagiaan tiada akhir di sisi-Nya kelak???
Semoga kita termasuk di antara orang-orang yang mendapat naungan rahmat dan hidayah-Nya… Amin.

 

Belajar Tentang Sebuah Ketaatan…



Kita adalah makhluk Allah yang diciptakan paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain. Dengan hati nurani, kita dapat merasakan kepedulian kepada sesama. Dengan akal dan fikiran, kita dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Maka kita, sebagai makhluk-Nya yang berhati nurani dan berakal patut untuk mensyukuri segala anugerah yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita selaku ummat manusia. Suka ataupun duka, tenang ataupun gelisah merupakan satu ketentuan yang telah Allah persiapkan untuk perjalanan hidup kita sebagai ummat manusia yang beriman kepada-Nya. Karena semua itu tiada lain merupakan suatu rangkaian qadla dan qadar yang telah dibuat-Nya dari jauh-jauh hari sebelum kita hadir mereguk dunia yang fana ini.
Allah telah ajarkan kita untuk taqwa kepada-Nya dengan menghadirkan orang-orang terdahulu yang taat beribadah dan hidup dalam naungan keimanan yang kuat. Mereka rela dicaci maki demi memperjuangkan agama dan keimanan mereka. Bilal bin Rabah misalnya, ia adalah seorang budak hitam yang rela dijemur di tengah-tengah panasnya padang pasir dengan ditindihi sebuah batu besar hanya demi mempertahankan keimanannya kepada agama Allah SWT. Dan nabi kita, Muhammad SAW adalah seorang utusan Allah yang telah dima’sum atas segala dosanya baik itu yang telah terjadi ataupun yang belum terjadi, namun meskipun Allah telah memberikan jaminan tersebut kepada beliau, beliau tetap menyibukan dirinya dengan beribadah dan berdzikir kepada Rabbnya yang Mahaagung. Segala pengorbanan dan ketaatan itu tiada lain karena didasarkan rasa cinta dan keimanan yang kuat yang telah bersemayam didalam diri-diri mereka.
Dan dengan makhluk-Nya yang lain, Allah ajarkan kita arti sebuah ketaatan. Ia ajari kita ketaatan dengan taatnya matahari yang terbit di setiap pagi, dengan ketaatan bumi yang berputar pada poros yang telah ditentukan, dan dengan ketaatan malam yang menggantikan siang sebagai waktu untuk beristirahat bagi seluruh makhluk di muka bumi ini. Jika mereka, makhluk yang tidak bernyawa saja senantiasa taat kepada yang menciptakannya, maka kita sebagai makhluk-Nya yang berhati nurani dan memiliki akal fikiran akankah tetap diam dalam kelalaian dari taat kepada-Nya? Bukankah Allah telah menciptakan manusia dengan berbagai kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain?
Firman Allah dalam Al-Qur’an: ” Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. ” (QS. 59:21)
Jika gunung saja yang berukuran sangat besar akan terpecah belah disebabkan ketakutan mereka kepada Allah, maka bagaimana dengan hati dan nurani kita? Akankah ia terpecah belah karena rasa takut yang menggema dalam diri kita? Atau malah hati dan nurani kita lebih keras daripada batu dan gunung sekalipun, sehingga ia enggan untuk hidup dalam ketaatan kepada-Nya?
Saudaraku, Allah begitu lembut dan setia kepada hamba-hamba-Nya meskipun hamba-Nya itu telah terlampau jauh dari ketaatan kepada-Nya, meskipun kelalaian dunia telah meninabobokan seorang hamba dalam dosa, meskipun mereka telah lupa kepada Khalik yang telah menciptakan mereka. Allah tetap akan memberikan ampunan kepada hamba-hamba-Nya yang bertaubat dan kembali hidup dalam ketaatan. Jika satu langkah kita mendekat kepada-Nya, maka seribu langkah Allah mendekat kepada kita. Jika kita mendekati-Nya dengan cara berjalan, maka Allah akan mendekati kita dengan cara berlari. Perumpamaan ini menjadi sebuah gambaran bahwa betapa Allah Mahapengasih kepada seluruh makhluk-Nya. Tidakkah sikap Allah yang Mahapengasih itu menggerakan hati dan nurani kita untuk kembali hidup dalam tatanan ketaatan kepada-Nya? Belum juakah berbagai kenikmatan yang Allah limpahkan kepada kita menjadikan kita berani untuk berkorban demi agama-Nya yang haq? Dan akankah kita tetap diam dalam tatanan kehidupan yang semakin jauh dari sikap taat kepada-Nya? Membiarkan diri kita semakin lupa kepada Tuhan yang telah menciptakan kita dari setetes air yang begitu hina? Pantaskah kita untuk membangkang dan bersikap sombong layaknya iblis yang menolak untuk bersujud kepada Adam karena kesombongannya yang merasa bahwa dirinya jauh lebih baik dan kuat?
Sama sekali tidak, saudaraku. Sayang sekali jika kita habiskan sisa usia kita yang sedikit ini dengan sebuah pembangkangan kepada Allah dan segala perintah-Nya. Karena walau bagaimanapun, kita pasti akan menemui kehidupan akhirat yang abadi. Dan tidaklah sama pera penghuni neraka dengan para penghuni syurga. Jalan manakah yang akan kita pilih, siksaan yang abadi atau kenikmatan yang tiada tergambarkan di dunia sekalipun?
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahabijaksana. ” (QS. 59:24)
 

Adakah kita…??




 
 
  

 
 

Sebuah Risalah Sederhana Untukmu, Kaum hawa…

Perkembangan zaman semakin lama semakin menyeret keberadaan kaum muslim, khususnya muslimah kedalam gaya hidup yang terlalu moderat. Jika pada masa jahiliyyah keberadaan kaum perempuan dianggap sebagai suatu kehinaan sehingga ketika mereka masih bayi mereka dikubur hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri, maka pada masa sekarang ini malah kaum perempuan itu sendiri yang mengubur diri mereka hidup-hidup. Gaya hidup yang semakin jauh dari tatanan syari’at Islam secara tidak langsung telah membuat kaum hawa mengubur jati diri mereka sebagai kaum muslimah yang dimuliakan dalam Islam. Padahal ummat Islam terdahulu telah bersusah payah memperjuangkan derajat kaum hawa dengan adanya syari’at Islam yang memuliakan para calon ibu ini. Sehingga pada akhirnya derajat kaum perempuan mendapatkan posisi yang sama dengan kaum adam dalam hal ketaqwaan kepada Allah.
Dengan keminiman ilmu agama dan keinginan mereka untuk disebut sebagai perempuan yang modis dan mengikuti alur gaya kehidupan yang modern, maka kaum perempuan berusaha semaksimal mungkin agar keinginannya itu dapat teraih meski mereka harus mengorbankan harga diri mereka sebagai seorang muslimah. Padahal mereka adalah kaum yang akan menjadi ibu dan melahirkan para generasi muda yang kelak akan menjadi perisai bagi ummat. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwasanya kaum perempuan (ibu) itu adalah madrasah (sekolah) yang paling pertama bagi putra-putrinya. Bahkan Islam pun telah menjadikan derajat seorang ibu sebagai orang yang lebih dihormati daripada seorang ayah. Dalam sebuah hadits dinyatakan:
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَبُرُّ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمَّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبَاكَ. (رواه البخاري ومسلم).
Seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah! Kepada siapakah aku berbakti?” Beliau menjawab: ”Ibumu” Ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” kemudian ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa ? beliau menjawab: “Ibumu” kemudian ia bertanya lagi “lalu kepada siapa ?” barulah
beliau berkata: “ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menjadi sebuah bukti bahwa posisi ibu tiga derajat lebih tinggi dari pada ayah. Hal ini dikarenakan begitu besarnya peranan seorang ibu bagi kehidupan seseorang.
Maka akhwat, jika keadaan para calon ibu saja sudah diperbudak oleh kesenangan duniawi dan jauh dari tatanan syari’at Islam, sudah terbayangkan generasi seperti apakah yang akan terlahir setelahnya. Na’udzubillah
Demi menjaga derajat kaum perempuan agar mereka tidak terjatuh kedalam limbah kenistaan, maka Allah membekali kaum hawa dengan dua sifat yang jika terus dipegang akan membuat mereka selamat baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Kedua sifat itu adalah, Al-Hasymah (bersikap malu) dan Al-Afaf (menjaga kesucian). Kedua sifat ini secara fitrah dimiliki oleh seluruh perempuan baik itu yang beriman maupun yang tidak beriman. Namun kemudian seiring dengan perkembangan zaman, sifat ini melebur sedikit demi sedikit sehingga hanya tersisa sebagian saja dari kaum perempuan yang dapat menjaga dan memelihara sifat fitrahnya ini. Hal ini diakibatkan karena minimnya ilmu yang mereka miliki sehingga mereka mau diperbudak oleh hawa nafsu. Perempuan yang mampu menjaga iffahnya akan terselamatkan dari belenggu kesenangan dunia yang memabukan. Namun tentu saja, untuk dapat menjaga dan mempertahankan kedua sifat ini dibutuhkan sebuah  perjuangan yang tidak mudah, khususnya di zaman modern seperti sekarang ini.
Orang-orang Yahudi melakukan berbagai cara untuk menghancurkan ummat Islam. Sebelum mereka dapat menghancurkan para generasi muda Islam, maka mereka berupaya untuk merusak moral para calon ibu yang akan melahirkan para generasi muda di masa yang akan datang. Seperti contoh dalam perkara hijab, mereka mulai menggembar-gemborkan berbagai model pakaian yang secara tidak langsung melenceng dari yang disyari’atkan Islam. Sudah pasti dengan model pakaian yang serba mini, sekarang ditambah lagi dengan model pakaian muslimah yang dibalut dengan gaya atau mode yang begitu moderat. Islam memang tidak melarang kaum perempuan untuk berhias dan berpakaian mengikuti mode, namun Islam melaknat kaum perempuan yang memakai pakaian tetapi pada hakikatnya mereka itu telanjang. Bahkan Rasulullah pun memberiakan ancaman bagi perempuan yang berpakaian tapi hakikatnya mereka itu telanjang dengan sabda beliau:
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا.
“Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang yang melenggak lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk onta, mereka itu tidak akan masuk Syurga dan tidak mendapatkan baunya.” (HR. Muslim).
Akhwat,
Islam telah menempatkan posisi kaum perempuan pada kemuliaan. Allah pun banyak menurunkan firman-firman-Nya yang membahas tentang perempuan. Ini menjadi bukti bahwa posisi perempuan dalam Islam sangat diprioritaskan. Sehingga Allah menurunkan ayat-ayat khusus mengenai perempuan dengan pembahasan-pembahasan yang memang begitu sensitif. Maka akankah kita biarkan begitu saja tempat dan kemuliaan yang telah diladangkan Allah kepada kita dengan hidup jauh dari tatanan syari’at-Nya? Bukankah kaum hawa, dengan segala sifat yang mereka miliki diibaratkan seperti racun dan madu dunia? Mereka yang menjadi racun dunia adalah mereka yang hidup jauh dari tatanan syari’at Allah dan senantiasa berbuat maksiat sehingga kerusakanlah yang mereka akibatkan, sedangkan mereka yang menjadi madu dunia adalah mereka yang senantiasa menjaga iffahnya sebagai seorang muslimah sejati meski mereka berada di tengah-tengah zaman yang telah bobrok sekalipun. Jalan yang manakah yang hendak engkau pilih, saudariku? Ingatlah, bahwa sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan, dan perhiasan yang paling indah adalah perempuan shalehah. Maka, seberat apapu tantangan yang ditunjukan zaman, tetaplah berusaha untuk terus beristiqamah hidup dalam tatanan syari’at Islam. Meski begitu berat, tapi bukankah Allah telah memberikan begitu banyak jaminan dan kabar gembira bagi para hamba-Nya yang bersedia hidup dalam ketaqwaan? Yakinlah bahwa balasan dari-Nya akan begitu manis jika kita bertaqwa.
Akhir kata teruntuk para akhwat muslimah…
Perjuangan itu butuh sebuah pengorbanan, dan pengorbanan itu ‘kan lahirkan buah yang begitu manis jika kita bertaqwa kepada-Nya. Dimanapun engkau berada, jadilah engkau layaknya mutiara yang senantiasa pancarkan sinarnya meski berada di tengah-tengah kubangan lumur sekalipun…
 

The Sun Will Be Raising Tomorrow…

Banyak yang mengumpamakan bahwa hidup layaknya sebuah bahtera yang mencari muaranya. Dalam bahtera yang luas itu terdapat beragam makhluk dan perjalanan yang menguak begitu banyak hikmah yang tertuang dari kekuasaan Ilahi. Dan hidup adalah sebuah perjuangan, dimana seseorang menanam berbagai benih demi memetik hasil yang memuaskan di kemudian hari. Jika memang pernyataan itu benar, maka mengapa harus ada rasa gundah gulandah yang menghujam diri? Bukankah rahmat dan kasih sayang-Nya selalu ada? Dibalik rasa sakit dan kesulitan itu ‘kan ada kebahagiaan dan kemudahan. Allah tidak semata menguji hamba-Nya dengan berbagai kesulitan lantas meninggalkannya begitu saja. Sungguh, jika kita mau berfikir dan bertafakur dari segala rasa sakit yang kita alami, kita akan temukan satu titik kebahagiaan yang ‘tak tergambarkan. Bukankah seorang bajak laut yang mencari harta karun pun harus melewati berbagai rintangan demi mendapatkan harta kekayaan yang ia cari? Maka kini, tersenyumlah karena Allah telah memberikan suatu proses perjalanan yang terbaik untuk kita jalani. Meski terkadang terjal itu harus kita lewati, yakinlah bahwa itu adalah suatu proses yang terbaik dalam pandangan-Nya, baik ataupun buruk dalam pandangan kita. Allah telah memberikan suatu jaminan dalam salah satu ayat-Nya: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”(Q.S.94:5).
Maka kini, alasan apa lagi yang akan membuat kita enggan untuk terus melangkah? Berdiam diri dan terus berputus asa dalam melaksanakan suatu perkara hanya akan membuat fikiran kita semakin frustasi. Bukankah Allah tidak senang akan hamba-Nya yang mudah berputus asa?
Ada tiga kunci yang dapat dijadikan sebagai suatu pegangan dikala rasa  sakit ataupun ujian itu hadir: syukuri, hadapi, nikmati. Pada dasarnya, segala yang kita dapatkan hari ini adalah baik dalam pandangan Allah. Terkadang apa yang kita benci sebenarnya adalah baik bagi kita, begitupun sebaliknya. Hanya saja kita yang enggan menyadari hal itu. Cobalah untuk selalu berhusnudhan kepada Allah. Suatu hari, Allah akan menggantikan rasa sakit itu dengan kebahagiaan yang ‘tak tergambarkan. Sebagai buah dari sikap sabar kita dalam menghadapi ujian. Tantangan seperti apapun yang ada di hadapan kita cobalah untuk terus menghadapinya dengan tenang. Wibawa seseorang akan tampak dikala ia mampu untuk tetap bersikap tenang dalam segala keadaan. Orang-orang yang merasa yakin bahwa Allah ada bersamanya, ia tidak akan pernah merasa bahwa dirinya akan kalah begitu saja. Namun Ia akan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik demi menuai hasil yang terbaik. Karena ia yakin bahwa sebuah proses yang tengah ia hadapi adalah  yang terbaik dalam pandangan-Nya.
Pada akhirnya, biarkan tangan Allah yang bicara. Suka ataupun duka adalah yang terbaik dalam pandangan-Nya. Baik ataupun buruk dalam pandangan kita adalah baik dalam pandangan-Nya. Teruslah melangkah meski terjal itu terus menyapa kita, karena bukankah hidup adalah sebuah bahtera yang harus diperjuangkan? No pain no gain. Tersenyumlah pada hidup, buka telinga, mata, dan hati kita agar hidup terasa lebih ringan. Jangan biarkan rasa putus asa menjadi dogma yang terus menghujam diri. Akhir kata: be optimist, because the sun will be raising tomorrow…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar